Semangat untuk hubungan bilateral. Mengenang Harold Mitchell dan karyanya dalam menyatukan masyarakat dan budaya Australia dan Indonesia.
Australia-Indonesia Centre (AIC) telah kehilangan salah seorang pendukung yang paling berkomitmen dan dihormati dengan wafatnya pengusaha dan filantropis Harold Mitchell secara mendadak.
Selama sepuluh tahun, Harold membantu mengarahkan AIC sebagai Ketua Dewan Penasihat. Beliau adalah ketua pertama sekaligus pendiri dari Dewan Penasihat AIC yang dibentuk pada April 2014. Karya serta kepribadiannya telah menyentuh banyak orang.
Dewan AIC kemudian bertemu pada hari Senin, 25 Maret 2024, untuk mengenang kembali warisan dan masa-masa bekerja dengannya.
Sebagai bentuk penghormatan kami kepada Harold Mitchell, kami meminta mereka yang telah bekerja dengannya selama satu dekade untuk menyampaikan pemikiran mereka.
Ketika Mahendra Siregar, mantan wakil ketua AIC, merenungkan kehidupan Harold Mitchell, dia berpikir tentang seorang pemimpin yang tegas dan pemikir yang jernih.
“Saya sangat merindukan Harold, ketajamannya, pemikirannya yang kritis, keputusannya yang cepat dan kebijaksanaannya yang luar biasa,” menurut Wakil Menteri Luar Negeri RI saat ini dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan saat ini.
“Dalam karyanya, beliau berperan penting dalam mentransformasi AIC sebagai organisasi yang benar-benar mencerminkan dan membina hubungan yang semakin erat antara kedua negara.
“Saya menilai Harold adalah sahabat yang sangat dekat dan dia menunjukkan kepedulian yang besar terhadap Indonesia, selalu mencari cara dan sarana untuk memajukan kehidupan masyarakat Indonesia.”
Penghormatan lainnya mengalir sejak Harold Mitchell berpulang secara tiba-tiba baru-baru ini.
Selain karir bisnisnya yang luar biasa dan sifat filantropinya, Harold Mitchell adalah ketua dewan Australia-Indonesia Centre, sebuah peran yang jelas sangat menyenangkan baginya.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Ibu Penny Williams mengatakan bahwa Harold Mitchell menerapkan “pendekatan sangat praktis” untuk mencapai tujuan dan membangun hubungan.
“Dia mempunyai rasa sayang yang tulus untuk Indonesia dan dia mempunyai komitmen yang kokoh akan hubungan dan dia selalu konsisten dalam hal ini. Energi dan semangat untuk hubungan (Australia Indonesia) benar benar terlihat dalam segalanya”, menurut Duta Besar Williams.
“Secara pribadi, dia sangat baik hati kepada saya selama ketiga tahun saya menjabat sebagai duta besar di sini, sangat murah hati untuk bertemu,murah hati untuk membagi waktu, sering mencari waktu untuk bertemu untuk mengerti pemikiran saya”.
Dubes Penny mengatakan bahwa Harold Mitchell memastikan bahwa dampak dari AIC melampaui Jakarta sehingga sampai ke kawasan Sulawesi.
“Saya merasa bahwa ini hal yang sangat penting dan memang cukup sulit untuk dicapai, namun dia sangat mampu memandang perspektif dari luar Jakarta sehingga dapat mendorong kegiatan di daerah.
Anggota dewan AIC dan mantan Menteri Perdagangan, Dr Mari Pangestu, mengenang “energi dan rasa ingin tahu terhadap setiap kegiatan kita”.
“Yang saya suka dari Harold adalah dia praktis. Walaupun kita membahas begitu banyak isu, dia selalu berupaya untuk memaku kami pada bumi, misalnya dia mengatakan ‘okay, apa sebenarnya dapat kita lakukan’?”
Direktur Eksekutif Australia-Indonesia Centre, Eugene Sebastian mengatakan pengaruh Harold Mitchell bersifat profesional dan pribadi.
“Energi dan advokasinya yang besar terhadap hubungan bilateral serta keinginan tulusnya untuk membina hubungan yang lebih kuat antar negara kita sangatlah berharga,” kata Dr Sebastian.
“Harold tidak hanya seorang advokat dalam kata-kata tetapi juga dalam tindakan.”
Dr Sebastian mencatat bagaimana Harold Mitchell “tanpa lelah mempromosikan” hubungan bilateral, termasuk advokasinya kepada para menteri dan pemimpin senior pemerintahan serta di media.
“Beliau juga memastikan rapat dewan kami berlangsung di berbagai lokasi di seluruh Indonesia,” katanya, sebuah upaya yang memperkuat hubungan dengan para pemimpin lokal dan universitas.
“Harold selalu mendukung kami, mendorong kami untuk berbuat lebih baik, menurut Dr Sebastian.
“Kami akan merindukan Harold. Kami akan merindukan sikap positifnya. Kami akan merindukan ucapan yang menyemangatkan, dan selalu mengingatkan kami bahwa pekerjaan kami penting,” menurut Dr Sebastian.
“Dan tentu saja kami akan merindukan kebencian Harold akan rapat Zoom! Jadi kami akan sangat merindukan Harold, warisannya akan selalu diingat.”
Direktur pendiri AIC, Paul Ramadge, mengatakan bahwa pertemuan dengan Harold “adalah pengalaman untuk diajari cara menyelesaikan sesuatu” dan bahwa ia datang dengan perpaduan antara bakat bisnis dan kasih sayang yang tulus terhadap masyarakat Indonesia.
“Harold Mitchell memainkan peran penting dalam membentuk dampak AIC ini, mendapatkan rasa hormat di tingkat tertinggi di Indonesia dan menjaga agar para pengambil keputusan di Canberra mendapat arahan dan dukungan,” kata Ramadge.
“Saya tahu bahwa banyak orang penting di Indonesia yang akan memberikan penilaian positif terhadap kontribusi Harold yang luar biasa dalam memperkuat hubungan Australia-Indonesia.”
Ramadge mengatakan ada “banyak cerita indah” tentang bagaimana Harold merangkul masyarakat Indonesia.
“Saya teringat saat beliau mengundang Sultan Yogyakarta ke Melbourne untuk menghadiri pertunjukan Melbourne Symphony Orchestra di Hamer Hall,” ujarnya.
“Fakta kedatangan Sultan dengan membawa hadiah dan niat baik, disebabkan oleh kehangatan dan keyakinan Harold yang tulus dalam membuat perubahan positif. Sebuah kekuatan untuk kebaikan.”
Rektor Universitas Hasanuddin, Profesor Jamaluddin Jompa, mengatakan “energi, kebijaksanaan, dan selera humor Harold Mitchell menular dan memperkaya”.
“Beliau beberapa kali mengunjungi kami di Unhas dan kami sangat bersyukur atas hal itu. Dalam pertemuan kami Harold sering menekankan peran strategis akademisi dan universitas dalam memperkuat hubungan Indonesia-Australia,” kata Prof. Jompa.
Profesor Abid Khan, mantan Wakil Rektor Keterlibatan Global di Monash, mengingat bahwa sebagai ketua dewan AIC yang pertama dan berkelanjutan, Harold Mitchell bekerja keras untuk menekankan pentingnya “hubungan yang beragam dan berbasis pengetahuan antara Australia dan Indonesia”.
Profesor Khan juga mencatat bahwa dorongan Harold Mitchell telah memastikan banyak rapat dewan diadakan di luar Australia.
“[Dengan cara itu] Harold membantu anggota AIC belajar lebih banyak tentang negara masing-masing dan masyarakat mereka,” kata Profesor Khan.
Direktur AIC Indonesia Kevin Evans mengatakan Mitchell sangat bersemangat agar semakin banyak warga Australia yang mengetahui lebih banyak tentang Indonesia.
“Dia selalu bangga bahwa anak-anaknya sendiri belajar bahasa Indonesia,” kenang Evans.
“Harold juga percaya bahwa negara kita harus jauh lebih aktif dalam perdagangan, investasi dan kemitraan komersial yang lebih luas.”
Mitchell tidak pernah segan berbagi pemikirannya.
“Satu hal tentang Harold adalah Anda selalu mengetahui pikirannya. Dia berbicara langsung, terutama secara one on one,” kata Evans.
“Saya ingat pertemuan pertama saya dengannya. Nasihat yang diberikan kepada saya saat berbicara dengannya juga harus berterus terang.
“Saya ingat pernah melawan salah satu posisinya yang jelas-jelas dipegang teguh. Yang patut disyukuri adalah dia dengan senang hati menerima pandangan dari orang baru ini dan kami terus melakukan banyak pertukaran pada tahun-tahun berikutnya.”
Harold berteguh jika menghadapi isu-isu sulit, misalnya dalam berbagi temuan-temuan penting dari sebuah laporan mengenai sikap dan persepsi masyarakat Australia dan Indonesia terhadap satu sama lain.
Menurut Chief Operating Officer AIC Helen-Fletcher Kennedy, Harold Mitchell adalah orang yang secara naluri cerdik dan penuh rasa ingin tahu serta merupakan ketua dewan yang energik.
“Dia terhubung dengan Indonesia sejak awal, dia memahami bahwa Indonesia adalah negara tetangga yang sangat besar dan kita harus memperkuat hubungan dengan Indonesia.”
Dia juga seseorang ‘yang suka bergaul’.
“Satu hal yang kami sukai dari Harold adalah dia memahami bahwa organisasi mana pun terdiri dari orang-orang — dan dia tetap menjaga stafnya selama COVID-19 — dan dia meluangkan waktu untuk mengenal Anda.
“Dia bukan penggemar berat Zoom atau konferensi video, meskipun dia beradaptasi, tapi dia lebih suka berinteraksi dengan orang-orang secara tatap muka.”
Bagi Evans, elemen ‘manusia’ inilah yang membuat Mitchell sangat cocok untuk Indonesia.
“Seperti pengalaman banyak orang, Harold memandang masyarakat Indonesia hangat dan optimis,” ujarnya.
“Dia juga percaya bahwa, dengan karakteristik tersebut, jumlah penduduk muda di Indonesia merupakan aset besar bagi bangsa.”
Evans mengenang kecintaan Mitchell terhadap budaya dan seni yang dipadukan dengan kecintaannya terhadap Indonesia sehingga berperan penting dalam bekerja sama dengan AIC untuk memperkenalkan Melbourne Symphony Orchestra (MSO) dengan Royal Yogyakarta Orchestra (RYO).
Tonggak awal yang penting adalah penampilan bersama antara para pemain Melbourne dan Yogyakarta di depan Candi Prambanan yang megah pada tahun 2017. Andrew Parker, anggota dewan AIC dan komisaris senior perdagangan dan investasi ASEAN untuk Investment NSW, mengenang Mitchell sebagai orang yang “murah hati dengan waktunya” tetapi juga “memiliki selera humor yang tinggi dan bakat yang luar biasa dalam bercerita”.
“Dia tidak asing dengan kesulitan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesionalnya. Bukan orang yang mengambil langkah mundur dan terkadang tidak diplomatis, Harold selalu berbicara dengan senyuman dan niat baik,” kata Parker.
Salah satu pendiri Indonesia Eximbank dan anggota dewan AIC, Felia Salim, mengatakan “kehadiran Harold Mitchell yang ramah dan bersahabat” memungkinkan dia dengan mudah mengembangkan hubungan dengan masyarakat Indonesia.
“Dia membawa dewan AIC ke Sulawesi dan wilayah lain di Indonesia untuk menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai banyak hal yang lebih dari apa yang terlihat, tidak seperti Harold sendiri.”
Anggota dewan, Profesor Mark Considine dari Universitas Melbourne, mengatakan bahwa meskipun latar belakang Harold adalah dunia bisnis namun dia “secara tulus tertarik dan berminat untuk mengerti pendekatan ilmiah”.
“Kebiasaan dia adalah penyelenggaraan rapat yang singkat tapi diikuti oleh diskusi panjang setelahnya dan pada umumnya pertukar-fikiran saya dengan dia terlihat sekali ada rasa ingin tahu dan kehormatan akan proses penelitian, tapi selain itu agar menggunakan apa yang dia pelajari untuk masuk sebagai bagian dari cerita AIC,” dikatakan Prof. Considine.
Managing Director Baldwin boyle Group Indonesia, Daisy Primayanti, mengatakan “dedikasi dan komitmen” Harold Mitchell bergema terutama di kalangan komunitas akademis Indonesia dan lebih khusus lagi di Indonesia timur yang mendukung “perintis penelitian” di bidang sains, budaya, dan pendidikan.
“Warisannya mencerminkan semangat kolaborasi lintas budaya, memperkuat ikatan dan membina kemajuan kedua negara,” kata Primayanti.
AIC merasa sedih atas kehilangan tersebut dan merasa terhibur dengan bimbingan yang diberikan dengan begitu murah hati yang akan terus berlanjut sebagai warisan karya Harold Mitchell.
Wakil Presiden Senior di Bukalapak, Stefanie Herlie menyatakan, walaupun baru menjadi anggota dewan AIC, namun dampak dari Harold Mitchell sudah ada.
“Dia adalah pemimpin yang luar biasa dan inspiring, dan meninggalkan dampak positif pada setiap orang yang mempunyai kehormatan untuk bekerja samanya”, dikatakan Ibu Herlie.
“Kehadirannya akan sangat dirindukan.”
Penghormatan khusus
Profesor Dwia Aries Tina Pulubuhu, mantan Rektor mitra AIC Universitas Hasanuddin (Unhas)
Saya sangat sedih atas wafatnyaBapak Harold Mitchell. Kenangan bekerja bersama Pak Harold Mitchell di AIC merupakan kenangan indah bagi saya. Saya doakan kebahagiaan abadi untuknya di tangan Tuhan
Profesor Jamaluddin Jompa, Rektor Universitas Hasanuddin
Harold adalah teman baik kami di Unhas dan di Indonesia. Beliau merupakan kekuatan pembimbing Australia-Indonesia Centre dan advokat yang sangat baik dalam hubungan bilateral dan kemitraan antara universitas-universitas dari kedua negara.
Harold adalah seorang dermawan yang hebat dan seorang manusia yang hangat, seorang Australia sejati. Energinya, kebijaksanaannya dan tidak lupa selera humornya menular dan memperkaya. Beliau beberapa kali mengunjungi kami di Unhas dan kami sangat bersyukur atas hal itu. Dalam pertemuan-pertemuan kami, Harold sering menekankan peran strategis akademisi dan universitas dalam memperkuat hubungan Indonesia-Australia.
Felia Salim, salah satu pendiri Indonesia Eximbank dan anggota dewan AIC
Harold adalah individu luar biasa yang sifatnya terbuka, antusias, dan rendah hati meninggalkan pengaruh dalam hubungan Australia-Indonesia. Kehadirannya yang ramah dan bersahabat membuatnya mudah membina hubungan dengan sesama orang Indonesia. Saya mendapat kehormatan untuk menyaksikan langsung kepemimpinan Harold. Hal ini ditandai dengan efisiensi, kemudahan dan fokus seperti laser, yang mencerminkan komitmennya terhadap kemajuan. Sebagai ketua AIC, ia selalu bersikeras untuk menampilkan Indonesia secara keseluruhan, tidak hanya Jakarta. Ia membawa dewan AIC ke Sulawesi dan daerah lain di Indonesia untuk menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai banyak hal yang lebih dari apa yang terlihat, tidak seperti Harold sendiri.
Meskipun kami berduka atas kehilangan tersebut, kami merayakan pengaruh abadi nilai-nilai dan visi Harold dalam menyatukan masyarakat Indonesia dan Australia.
Daisy Primayanti, Managing Director Indonesia, Baldwin Boyle Group dan anggota dewan AIC
Harold Mitchell meninggalkan jejak yang tak terhapuskan sebagai ketua dewan Australia-Indonesia Centre (AIC). Dedikasi dan komitmennya bergema terutama di kalangan komunitas akademis Indonesia dan lebih khusus lagi di Indonesia Timur di mana ia membawa dan memungkinkan penelitian perintis di bidang sains, budaya dan pendidikan. Warisannya mewujudkan semangat kolaborasi lintas budaya, memperkuat ikatan dan membina kemajuan di kedua negara. Untuk menghormati Harold Mitchell, kami merayakan kehidupan yang didedikasikan untuk membina hubungan bilateral dan membina pemahaman budaya. Saya merasa terhormat bisa menjabat sebagai anggota dewan di bawah kepemimpinannya.
Profesor Abid Khan, mantan Wakil Rektor Keterlibatan Global di Monash
Dengan kesedihan terdalam saya mengetahui wafatnya Harold Mitchell baru-baru ini. Dia adalah teman, kolega, dan mentor bagi banyak dari kita di dunia akademis dan saya turut berbela sungkawa kepada semua orang yang mengenal dan bekerja dengannya.
Selain prestasinya yang banyak dan terdokumentasi dengan baik, Harold juga merupakan pendukung kuat pembangunan hubungan akademis yang lebih erat antara Australia dan Indonesia. Ia berperan penting dalam memulai, mengeksplorasi dan mendukung bentuk-bentuk inovatif keterlibatan bilateral, memberikan keberanian kepada orang-orang di sekitarnya untuk mengeksplorasi cara-cara baru untuk bekerja lintas batas. Dalam hal ini beliau membawa kedewasaan dan wawasan untuk menyadari bahwa hubungan akan berkembang dan bertumbuh, bahwa pembelajaran akan diperoleh melalui dialog jangka panjang, dan bahwa suara antar budaya dan antargenerasi dapat membantu mendorong pemahaman yang lebih mendalam antar bangsa.
Harold percaya bahwa bekerja sama lebih baik daripada bekerja sendiri, dan dia membuktikannya dengan tindakan dan gaya kepemimpinannya yang terbuka. Kerja dan dedikasinya dibuktikan dengan hubungan yang mendalam, luas dan langgeng antara Australia dan Indonesia. Kepemimpinan dan persahabatan Harold akan sangat dirindukan oleh kita semua.
Vishnu Shahaney
Mantan presiden direktur di PT Bank ANZ Indonesia dan mantan anggota dewan AIC
Harold Mitchell adalah seorang pemimpin unik dan visioner yang sangat tajam secara strategis dan fokus secara klinis pada hasil. Saya merasa senang menjadi anggota dewan AIC yang ia pimpin dan melihat secara langsung semangat, komitmen, dan yang terpenting keyakinannya bahwa Australia dan Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan dengan menjadi tetangga yang lebih dekat secara ekonomi, bukan hanya secara geografis.