Perekonomian Indonesia 2020: Hasil sementara

Indonesia terkena dampak ekonomi dari COVID-19 dengan angka awal menunjukkan penurunan tajam tahun lalu.

 

Tidak mengherankan jika sektor yang paling terpukul adalah transportasi, akomodasi, dan restoran. Dan yang menarik, satu sektor memperoleh sedikit keuntungan pada tahun 2020 seiring dengan peningkatan produksi perikanan.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk membantu orang-orang yang paling terkena dampak pandemi diperlukan untuk membantu membawa negara kembali mendekati pertumbuhan 5 – 6% dalam dua dekade terakhir.

Direktur Indonesia kami Kevin Evans yakin bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan meningkat hingga kuartal kedua tahun 2021, dan dapat menghasilkan industri kendaraan listrik baru yang mulai terbentuk. Dalam artikel ini ia melihat secara mendalam angka-angka dan beberapa dampak sektoral dan geografis.

Resesi pertama selama 20 tahun

BPS telah mengeluarkan data sementara tentang pertumbuhan ekonomi selama Tahun 2020. Data menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia menciut  hingga 2,1%. Hasil ini merupakan resesi ekonomi pertama di Indonesia sejak Krismon pada Tahun 1997-98. Sejak awal abad ini pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 4,9% per tahun. Kecuali dicatat lain, sumber data dalam naskah ini berasal dari BPS. Sebagai perbandingan menurut Biro Statistik Australia, ABS, ekonomi Australia menciut sebanyak 1,1% selama 2020. Hal ini merupakan resesi pertama di Australia selama hampir 30 tahun.

Penting dicatat bahwa ekonomi Indonesia (dan Australia) berhasil mempertahankan pertumbuhan selama krisis keuangan global (GFC 2008-09) dan juga pasca Resources Boom setelah 2011  dimana banyak negara pengekspor sumber daya alam mengalami resesi.

Satu lagi ciri khas pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak pemulihan dari Krismon dulu adalah kisaran stabil pertumbuhan tahunan di antara 5% dan 6%. Oleh sebab itu pasti jelas sekali bahwa resesi Tahun 2020 terkait erat dengan Covid-19.

Nilai total ekonomi Indonesia dengan harga berlaku Tahun 2020 mencapai Rp 15,4 kuadriliun. Angka ini kurang lebih sama dengan AUD 1,54 triliun. Pendapatan per kapita Indonesia adalah Rp 56,9 juta. Angka ini kurang lebih sama dengan AUD 5.7 ribu.

Perbedaan dampak resesi di antara kawasan

Dampak resesi yang disebabkan COVID-19 di Indonesia berbeda di antara kawasan besar di Indonesia. Walaupun mayoritas wilayah mengalami resesi, ada dua kawasan yang berhasil mempertahankan pertumbuhan positif, yakni wilayah Sulawesi dan Maluku-Papua.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang di atas rata-rata nasional di Sulawesi melanjutkan sebuah tren yang nampak sejak awal abad ini dimana beberapa provinsi yang menikmati pertumbuhan ekonomi paling pesat terletak di Sulawesi, termasuk provinsi terbesarnya, Sulawesi Selatan.

Pada saat yang sama, sebagaimana ditunjukkan dalam kolom yang menguraikan deviasi pendapatan per kapita, meskipun pertumbuhan yang lebih cepat dari rata-rata ini, Sulawesi tetap berada dalam kondisi “mengejar” dengan rata-rata nasional.

Yang paling memprihatinkan dari hasil sementara 2020 adalah wilayah dengan rata-rata deviasi per kapita tertinggi dari rata-rata nasional, yaitu di pulau-pulau tenggara dari Bali hingga Timor bagian barat. Di wilayah yang beragam ini, di mana pendapatan per kapita 47% lebih rendah dari rata-rata nasional, ini juga merupakan wilayah yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi paling tajam pada tahun 2020. Dengan tersedianya data sub-nasional yang lebih rinci, mungkin saja daerah yang bergantung pada turis di Bali, yang penduduknya benar-benar menikmati pendapatan per kapita lebih dari dua kali lipat dari tetangga mereka di Nusa Tenggara Timur dan Barat akan terlihat mengalami penurunan paling tajam di antara ketiga provinsi ini.

The sectoral impacts

Selain dampak berbeda di antara kawasan geografis di Indonesia, resesi ini juga mempunyai dampak berbeda di antara sektor-sektor ekonomi. Kedua sektor yang paling terpukul oleh resesi ini adalah sektor transportasi yang menciut sebanyak 15% dan sektor akomodasi dan restoran yang menciut 10%. Tabel di bawah ini mencatat hasil untuk masing-masing sektor ekonomi selama Tahun 2020.

Pada sisi lain, masih ada sektor ekonomi yang berhasil berkembang selama 2020. Tidak mengherankan, mengingat sifat pandemi, sektor yang pertumbuhannya paling pesat adalah sektor kesehatan dan jasa sosial. Demikian pula sektor informasi dan telekomunikasi yang berhasil berkembang dipastikan terkait dengan kebutuhan untuk mengandalkan sistem digital untuk bertemu secara virtual dan menggunakan sistem data lainnya.

Menarik dicatat bahwa satu sektor yang layak diduga berkembang tahun lalu ada sektor jasa pemerintah, pertahanan dan jasa dukungan kesejahteraan. Hal ini menandai bahwa walaupun ditetapkan peraturan darurat untuk mendukung masyarakat rentan, keringan beban pajak dan biaya resmi lainnya, dampak netto dukungan ini tidak bersifat stimulus besar untuk ekonomi. Mengingat tingkat hutang Indonesia yang cukup rendah, maka ada kemungkinan untuk menyusun program ambisius lain yang dapat diluncurkan guna mengurangi kerentanan sosial-ekonomi kepada masyarakat miskin.

Satu lagi sektor ekonomi yang berhasil melawan arus dan mencatat pertumbuhan pada Tahun 2002 adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sektor ini strategis mengingat masih mempekerjakan paling banyak tenaga kerja di antara sektor-sektor ekonomi lain. Pertumbuhan sektor ini di tengah ekonomi yang menciut menjadikan sektor ini bahkan menguasai pangsa ekonomi lebih besar dari pada sebelumnya.   Hasil ini mengubah tren yang sudah nampak selama puluhan tahun terakhir ini di mana sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi semakin kecil sumbangannya pada ekonomi nasional.

Tren ini sudah dapat dilihat sejak awal abad ini kelihatan dalam grafis di sebelah. Data dari 2001 s/d 2010 menggunakan harga dari Tahun 2000 sebagai harga konstan sedangkan data dari Tahun 2011 s/d 2020 menggunakan harga dari Tahun 2010 sebagai harga konstan. Perubahan struktural pada tata cara hitung output sektor sektor ekonomi tidak bisa menutupi kenyataan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan memberikan sumbangan semakin kecil terhadap ekonomi nasional dan Tahun 2020 merupakan tahun pertama abad ini bahwa trem bersejarah tersebut dilawan.

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terdiri dari beberapa subsektor. Tabel di sebelah menunjukkan sumbangan masing-masing subsektor pada ekonomi nasional selama 10 tahun terakhir ini. Subsektor yang mengalami penurunan paling besar adalah subsektor pangan dan kemudian disusul oleh subsektor kehutanan dan penebangan kayu. Subsektor-subsektor yang lain re;atif stabil. Satu-satunya subsektor yang menguasai pangsa ekonomi yang lebih besar adalah sub-sektor perikanan.

Perkembangan di sub-sektor ekonomi yang lain

Jika menggali ke dalam sampai ke tingkat subsektor dampak resesi Tahun 2020 maka perbedaan hasil kelihatan secara lebih tajam. Tabel di bawah ini mencatat kelima subsektor yang mengalami penurunan paling tajam bersama dengan kelima subsektor yang berhasil melawan arus dan bertumbuh paling pesat.

Perhubungan Udara dan Rel

Sesungguhnya Tahun 2020 merupakan sebuah annus horribilis (tahun mengerikan) untuk pengangkutan umum, khususnya untuk perhubungan udara dan rel.

Tabel di sebelah menunjukkan jumlah penumpang udara per bulan selama 24 bulan sampai akhir tahun 2020, baik penumpang dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri.

Data ini bersumber dari BPS menggunakan data dari kelima bandara penumpang terbesar di Indonesia.

Catatan pertama adalah jumlah penumpang dari luar negeri mulai turun secara drastis sekitar sebulan sebelum penumpang dalam negeri. Jumlah penumpang dalam negeri juga mulai pulih lebih cepat dari pada penumpang luar negeri.

Subsektor perhubungan rel  juga sangat terkena krisis coronavirus.

Sama seperti pengalaman di subsektor perhubungan udara, maka anjloknya jumlah penumpang kereta api baru terasa menuju akhir kuartal pertama Tahun 2020.

Satu ciri khas lain dari subsektor perhubungan rel di Indonesia adalah dominasi wilayah Jabodetabek, yang notabene merupakan 10% penduduk nasional justru menyumbang 80% semua pergerakan penumpang kereta api di Indonesia.

Penyediaan akomodasi

Satu lagi subsektor ekonomi yang sangat terpukul resesi adalah penyediaan akomodasi sebagai satu subsektor dalam sektor akomodasi dan restoran. Anjloknya kedatangan pariwisata asing per bulan dapat dilihat di tabel di sebelah.

Pengecualian paling menonjol yang melawan arus anjloknya pariwisata asing adalah kedatangan pariwisata dari Timor Leste. Pada Tahun 2019 sumbangan total Timor Leste adalah 7,3% pariwisata asing di Indonesia. Pada 8 bulan terakhir Tahun 2020 sumbangan dari Timor Leste bahkan  lebih dari 50% total pengunjung wisatawan asing! Selama 2019 Australia menyediakan 8,6% kedatangan pariwisata asing ke Indonesia. Setelah Maret 2020 angka ini turun menjadi hampir 0%.

Berkaitan erat dengan anjloknya jumlah wisatawan  asing adalah penurunan tajam dalam tingkat penghunian hotel. Grafis di sebelah menunjukkan status tingkat penghunian di Indonesia dengan catatan khusus untuk Provinsi Bali selama 24 bulan sampai Desember 2020. penurunan tajam dimulai Bulan Maret 2020.

Kami memperkirakan bahwa penurunan pada Bulan April 2019 berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu 2019. Dampak COVID-19 telah memukul sektor pariwisata terutama di Provinsi Bali. Sebelum krisis COVID-19, Bali menikmati tingkat penghunian yang bahkan lebih tinggi dari angka nasional. Sampai akhir 2020 tingkat penghunian masih sangat rendah pada angka 20%.

Industri Alat Angkutan (kendaraan jalan)

Hasil produksi bulanan untuk sub-sektor otomotif diterima dari Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia).

Selama Tahun 2020 produksi mencapai 578,327 satuan. Angka ini 45% lebih rendah dari Tahun 2019.

AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), melaporkan bahwa distribusi motor selama Tahun 2020 menjadi 3,660,616 unit. Angka ini 44% di bawah hasil tahun 2019. Di antara semua motor yang didistribusi sebanyak 700.392 di-ekspor. Jumlah motor yang diekspor ini turun 14% dibandingkan dengan Tahun 2019. Patut dicatat bahwa Indonesia berhasil mempertahankan pangsa pasar internasional padahal dipastikan permintaan global juga turun secara tajam.

Pada Tahun 2019 nilai ekspor motor dari Indonesia bernilai USD 1,4 milyar. Dengan demikian Indonesia merupakan pengekspor motor kesembilan terbesar di dunia dengan menguasai 4,9% pangsa pasar global. Pada Tahun 2020, ekspor merupakan 16% dari seluruh motor yang dijual oleh pabrikan Indonesia. Nilai ini adalah tertinggi sejak zaman Krismon pada saat penjualan dalam negeri anjlok 76% sehingga ekspor sangat mendukung keberlanjutan industri motor Indonesia pada saat itu.

Masa pemulihan sampai industri angkutan jalan mencapai tingkat penjualan seperti sebelum pandemi COVID-19 akan makan waktu lumayan lama.

Bahkan ada kemungkinan bahwa normal baru untuk industri otomotif Indonesia akan bersifat cukup berbeda daripada sebelumnya. Indonesia sedang bekerja keras untuk menarik investasi untuk Kendaraan Bermotor Listrik (EV) termasuk berbasis baterai. Perusahaan Korea Selatan Hyundai sedang memindahkan basis operasi regional EV ke Indonesia sedangkan perusahaan Amerika Serikat Tesla menjajaki potensi mendirikan kegiatan di Indonesia. Perusahaan LG juga dari Korea Selatan akan menanamkan investasi senilai USD 10 miliar untuk produksi bateri litium di Jawa Tengah. Perkembangan ini juga akan disertai oleh pengembangan dari paling sedikit satu merek motor berbasis EV, termasuk yang dikembangkan oleh ITS di Surabaya dengan merek Gesits. Indonesia dikaruniai sumber daya alam kaya akan mineral penting untuk industri EV seperti nikel dan tembaga. Kebutuhan impor paling banyak adalah litium. Untuk menyediakan kebutuhan ini Indonesia diuntungkan dikarenakan terletak dekat dengan produser paling besar di dunia, yaitu di Australia Barat.

Permintaan listrik yang diperkirakan akan naik seiring dengan peningkatan penggunaan EV dapat juga merupakan bonus untuk sektor pembangkit listrik mengingat saat ini mulai muncul persediaan surplus secara struktural terutama dari jaringan inti Jawa-Bali yang disebabkan kenaikan jumlah pembangkit listrik yang ditenagai batubara. Kenaikan permintaan untuk listrik dari pengguna EV dapat mengurangi dampak negatif dari ancaman munculnya stranded assets (fasilitas surplus yang nganggur) pada masa mendatang di antara pembangkit listrik.

Khusus untuk pengembangan pasar ekspor EV, Indonesia menghadapi dua keuntungan. Yang pertama ada kehadiran pasar lumayan besar di sebelah Indonesia, yaitu di Australia. Kemudian pemberlakuan perjanjian perdagangan IA-CEPA memberikan fasilitas khusus untuk ekspor EV dari Indonesia ke Australia. Pada saat IA-CEPA mulai berlaku, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia menyatakan “IA-CEPA also looks to a future where Indonesian electric motor vehicles, a core priority in Indonesia’s industrial development plans, will be available in Australia. Australia has provided the most liberal origin requirements for Indonesian electric motor vehicles of any Australian trade agreement”. (IA-CEPA juga memandang masa depan di mana kendaraan listrik Indonesia, suatu prioritas untuk program industrialisasi Indonesia, akan tersedia di Australia. Australia telah memberikan kelonggaran  konten lokal yang paling liberal untuk kendaraan listrik yang berasal dari Indonesia di antara semua perjanjian perdagangan Australia).

Pertambangan bijih logam

Subsektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat selama Tahun 2020 adalah pertambangan bijih logam. Jika dilihat dari jangka waktu lebih luas, sebetulnya pertumbuhan Tahun 2020 merupakan pemulihan dari tahun sebelumnya mengingat Tahun 2019 subsektor ini mengalami penurunan sangat tajam sekitar 15%. Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel tentang pertumbuhan subsektor-subsektor, maka subsektor pertambangan bijih logam merupakan 1,6% GDP Indonesia pada Tahun 2010 dan hanya 1,0% pada Tahun 2020.

Pemulihan

Kontraksi ekonomi sebanyak 2.1% pada Tahun 2020 merupakan kontraksi ekonomi pertama di Indonesia selama satu generasi. Dibandingkan dengan perkiraan kontraksi ekonomi global menurut IMF, yaitu 3,5%, maka resesi Indonesia lumayan ringan. Di antara kelima ekonomi besar di ASEAN kontraksi ekonomi mencapai 3,7%, India bahkan 8% sedangkan ekonomi maju mengalami kontraksi sebanyak 4,9%. Satu-satunya ekonomi besar yang berhasil mencatat pertumbuhan positif adalah Cina yang merupakan negara pertama yang terkena COVID-19. Ekonominya diperkirakan bertumbuh 2,3%.

Setelah mencerna berita bahwa ekonomi menciut pada Tahun 2020, ada kemungkinan besar bahwa masyarakat akan berharap bahwa ekonomi akan pulih dan tumbuh cepat pada Tahun 2021. Harapan demikian mungkin terlalu dini.

Sebagaimana dapat dilihat dari data yang ditampilkan dalam artikel ini, dampak COVID-19 terhadap ekonomi baru terasa menuju akhir kuartal pertama, Tahun 2020. Dengan demikian mengingat pertumbuhan ekonomi masih lesu sampai akhir tahun lalu, patut diperkirakan bahwa pertumbuhan positif baru akan terasa pada kuartal kedua Tahun 2021. Oleh sebab itu pelaku pasar dan analis mungkin perlu bersiap bahwa pertumbuhan tahunan sampai ke kuartal pertama Tahun 2021 masih lesu.

Baru pada kuartal kedua bisa kita perkirakan bahwa pertumbuhan positif akan lebih terlihat. Pada saat tingkat vaksinasi menjadi lebih komprehensif pada semester kedua Tahun ini, baru akhirnya kita semua dapat menantikan kunjungan ke Bali serta terbebas dari permasalahan kerja dari rumah (WFH) dan telekonferensi melelahkan.

Kevin Evans telah mempelajari Asia Tenggara secara umum, khususnya Indonesia, selama 35 tahun. Selama 25 tahun Ia telah tinggal di Indonesia, bekerja sebagai diplomat, pialang saham, akademisi dan aktivis LSM.

Foto di atas: CNBC Indonesia

Picture of Kevin Evans

Indonesia Director
The Australia-Indonesia Centre

Sign up to our twice-weekly Media Update